Evolusi Mata

"Tetapi menurut nalar saya, jika dapat dibuktikan adanya banyak gradasi dari mata yang rumit & sempurna ke mata yang sederhana & sangat tidak sempurna, dengan setiap gradasi bermanfaat bagi pemiliknya ... maka tidak sulit lagi meyakini, bahwa mata yang rumit & sempurna bisa dibentuk oleh seleksi alam, meski tak terjangkau imajinasi kita".             -Charles Darwin (The Origin of Species, 1859).

Variasi mata sangat beragam di dunia hewan. Ada yang hanya melihat hitam-putih. Ada yang bisa melihat warna-warni pelangi. Bahkan, ada yang bisa melihat sinar yang tak bisa dilihat oleh mata manusia. Ada pula yang tidak bisa menentukan arah cahaya yang datang. Juga ada yang dapat melihat mangsa berkilometer jauhnya.

Untuk memahami cara mata hewan berevolusi, ilmuwan tak bisa hanya menelaah strukturnya. Mereka harus memahami cara hewan menggunakan matanya. Evolusi mata dimulai dari melakukan beberapa tugas sederhana ke melakukan banyak tugas rumit.

Perjalanan evolusi mata terjadi dalam empat tahap. Tiap tahap ditunjukkan oleh fungsi yang dapat dilakukan oleh hewan dengan matanya itu.

TAHAP PERTAMA, hewan terbatas hanya bisa memantau intensitas cahaya sekitar, untuk mengetahui waktu siang atau malam; atau posisinya di kedalaman air. Tak perlu mata canggih berlensa untuk itu; cukup satu fotoreseptor saja.

TAHAP KEDUA, hewan sudah bisa membedakan arah datangnya cahaya. Memiliki kemampuan yang cukup untuk mendekati sumber cahaya atau menjauhinya ke tempat perlindungan yang gelap. Fotoreseptornya sudah memiliki perisai-biasanya pigmen gelap-yang menghalangi cahaya dari arah tertentu.

TAHAP KETIGA, fotoreseptor berperisai itu mengelompok, masing-masing menghadap ke arah yang agak berbeda. Hewan bisa menggabungkan informasi cahaya yang berasal dari beberapa arah, menghasilkan gambaran tentang dunia sekitarnya. Hewan juga bisa menemukan tempat tinggal yang pantas, atau menghindari rintangan.

TAHAP KEEMPAT, evolusi mata semakin canggih.. Dengan penambahan lensa untuk memfokuskan cahaya, penglihatan menjadi tajam & mendetail. Daftar kemampuan pun tak terbatas.

Semua mata melihat dengan protein yang bernama 'opsin'-dasar molekul bagi semua mata. Ada ribuan macam opsin, tetapi semuanya berkerabat. Para ilmuwan sudah membandingkan urutan hampir 900 gen, kode untuk protein opsin dari seluruh kerajaan hewan, & meneguhkan bahwa semuanya memiliki satu leluhur.

Leluhur opsin tidak muncul dari kehampaan. Evolusi membuat opsin pertama dari protein yang lebih berfungsi sebagai jam daripada sebagai sensor cahaya. Protein leluhur ini menempel pada melatonin, hormon yang mengendalikan jam tubuh selama 24 jam. Jadi, saat protein pengikat melatonin itu bermutasi, protein itu tiba-tiba menjadi sensor cahaya pakai ulang. Itulah opsin pertama. Opsin itu begitu efisien sehingga evolusi tidak pernah menciptakan alternatif yang baru;  hanya membuat variasi pada bahan yang sama.

Opsin, lensa, & setiap komponen lain pada mata merupakan bukti proses utak-atik evolusi yang sifatnya tambal sulam. Utak-atik ini memanfaatkan atau mengalihfungsikan bahan yang sudah ada, serta menyusun beberapa struktur sederhana menjadi struktur yang lebih rumit.


Kepustakaan:

Charles Darwin, The Origin of Species (1859).

William Brown & Thomas Poon, Introduction to Organic Chemistry (John Wiley & Sons, Inc., 2005).

Francis Collins, The Language of God (Free Press, 2006).

National Geographic Indonesia, Februari 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paus, Evolusi dari Ikan atau Mamalia Darat?

Gerobak Bakso Mendorong Pedagangnya

Mengapa Sudut Bukan Besaran Pokok?