Bunga Anggrek Penipu
Charles Darwin, bapak biologi modern, terpesona oleh cara penyerbukan bunga anggrek (orchids) di alam liar. Bahkan, beliau menulis buku khusus tentang bunga anggrek, The Various Contrivances by which Orchids are Fertilised by Insects (1882).
Darwin dibuat bingung oleh bentuk anggrek Ophrys yang mirip lebah. Umumnya, bunga menghasilkan nektar (bahan baku madu) untuk memancing lebah datang. Bunga pun memperoleh keuntungan karena lebah membantu perkembangbiakannya, melalui proses penyerbukan. Tetapi, tidak demikian bagi beberapa jenis bunga anggrek. Ketimbang menghasilkan nektar dengan ongkos yang mahal, anggrek-anggrek itu menipu lebah dengan strategi yang cerdik.
Salah satu contoh adalah bunga anggrek jenis Ophrys speculum di kepulauan Sardinia (Italia). Anggrek itu ber-evolusi dengan meniru tampilan & bau dari lebah betina untuk menipu lebah jantan. Dilihat dari dekat, bibir bawah (labellum) dari anggrek itu mirip seekor lebah betina yang dilihat dari belakang. Bahkan anggrek itu dilengkapi bulu palsu, & bagian yang mirip sayap terlipat. Terlihat seperti lebah betina yang sedang membenamkan kepalanya di kelopak bunga. Untuk memperkuat tipuannya, si anggrek melepaskan bebauan yang terbukti sangat mirip feromon yang berasal dari lebah betina.
Tipu muslihat dengan iming-iming seks itu membuat lebah jantan terpikat, lalu lebah itu berusaha bercumbu & bersetubuh dengan bunga anggrek itu. Akibatnya, serbuk sari (pollen) dari anggrek itu pun akan menempel di tubuh lebah jantan. Akhirnya, lebah jantan sadar dirinya tertipu, lalu pergi menjauh dengan kecewa dari tempat anggrek asal. Ya, pergi menjauh untuk tertipu lagi di bunga anggrek sejenis yang jaraknya agak jauh. Serbuk sari yang dibawa si lebah jantan akan menyerbuki bunga anggrek itu. Dengan demikian, terjadilah penyerbukan silang (cross-pollination) yang akan melestarikan anggrek itu di alam liar.
Kepustakaan:
Richard Dawkins, The Greatest Show on Earth (Free Press, 2009).
The Miles Kelly Book of Life (Miles Kelly Publishing, 2006).
Michael Pollan, "Cinta & Dusta" (National Geographic Indonesia, September 2009).
Komentar
Posting Komentar